Kamis, 06 Agustus 2015
'RI Eksportir Timah Terbesar Dunia, Tapi yang Mainkan Harga Malaysia dan London'
Jakarta -Indonesia merupakan negara kaya sumber daya alam (SDA), termasuk tambang. Bahkan negeri ini merupakan eksportir timah nomor satu terbesar di dunia. Namun sayangnya, Indonesia tidak bisa menjadi penentu harga timah dunia.
"Timah nomor satu di dunia kita, tapi yang mainkan harga Malaysia sama London," jelas Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara diskusi soal smelter, di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Menurut Marwan, hilirisasi produk tambang lewat pembangunan smelter diperlukan. Sehingga ada nilai tambah yang didapat industri dalam negeri, dan masyarakat.
"Dengan program hiliriasi ini, kita harap jadi penentu soal harga dan kuota. Nilai tambah dari hilirisasi minimal 5-25 kali lipat untuk tingkatkan GNP (gross national product)," jelas Marwan.
Karena itu, saat ini pemerintah harus konsisten soal larangan ekspor tambang mentah yang ada dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara (minerba). Saat ini memang masih ada kelonggaran untuk izin tambang mentah. Perusahaan tambang masih bisa ekspor tambang mentah dengan membayar bea keluar.
"Meski agak terlambat ada juga positifnya pemerintah kita. Ada 178 IUP (izin usaha pertambangan) yang sudah siap operasi tahap pembangunan smelter, termasuk Freeport," ujar Marwan.
Dia mengatakan, setelah larangan ekspor tambang mentah, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara naik, dari US$ 2,16 miliar di 2013 menjadi US$ 2,7 miliar di 2014.
Jakarta -Indonesia merupakan negara kaya sumber daya alam (SDA), termasuk tambang. Bahkan negeri ini merupakan eksportir timah nomor satu terbesar di dunia. Namun sayangnya, Indonesia tidak bisa menjadi penentu harga timah dunia.
"Timah nomor satu di dunia kita, tapi yang mainkan harga Malaysia sama London," jelas Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara diskusi soal smelter, di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Menurut Marwan, hilirisasi produk tambang lewat pembangunan smelter diperlukan. Sehingga ada nilai tambah yang didapat industri dalam negeri, dan masyarakat.
"Dengan program hiliriasi ini, kita harap jadi penentu soal harga dan kuota. Nilai tambah dari hilirisasi minimal 5-25 kali lipat untuk tingkatkan GNP (gross national product)," jelas Marwan.
Karena itu, saat ini pemerintah harus konsisten soal larangan ekspor tambang mentah yang ada dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara (minerba). Saat ini memang masih ada kelonggaran untuk izin tambang mentah. Perusahaan tambang masih bisa ekspor tambang mentah dengan membayar bea keluar.
"Meski agak terlambat ada juga positifnya pemerintah kita. Ada 178 IUP (izin usaha pertambangan) yang sudah siap operasi tahap pembangunan smelter, termasuk Freeport," ujar Marwan.
Dia mengatakan, setelah larangan ekspor tambang mentah, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara naik, dari US$ 2,16 miliar di 2013 menjadi US$ 2,7 miliar di 2014.
Sumber : Detik.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar