Equityworld Futures - Dalam beberapa hari terakhir garam tengah jadi polemik.
Penyebabnya, terjadi kelangkaan menyusul tingginya curah hujan di
sentra-sentra produksi garam. Sebagai solusinya, pemerintah membuka
impor 75.000 ton garam dari Australia melalui PT Garam (Persero).
Namun
demikian, keputusan pembukaan impor garam baru dilakukan setelah
harganya melonjak tinggi. Di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, harga
bumbu dapur itu melejit hingga 7 kali lipat, dari kisaran Rp 800/kg
menjadi Rp 5.000/kg. Banyak pelaku UKM mengeluh.
Direktur
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), Brahmantya Satyamurti, menjelaskan meski hanya mengimpor 75.000
ton, tetap harus melewati prosedur sehingga impor baru terealisasi dalam
waktu dekat.
"Kan begini, prosesnya harus ada, termasuk yang
saya sampaikan penyesuaian Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) 125
kan butuh proses," kata Brahmantya ditemui di kantor Menko Ekonomi,
Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Seperti diketahui, Kementerian
Perdagangan telah menerbitkan izin impor garam kepada PT Garam (Persero)
selaku BUMN untuk mencukupi kebutuhan garam nasional. Hal ini setelah
dilakukan penyesuaian Permendag Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan
Impor Garam.
Sementara aturan garam impor juga diatur dalam UU 7
Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Petambak Garam.
Sementara itu, Menteri Perdagangan
(Mendag), Enggartiasto Lukita, menjelaskan sebelum mengeluarkan izin
impor, dirinya harus meminta rekomendasi dari Menteri Kelautan dan
Perikanan, Susi Pudjiastuti.
"Sebelum saya pergi ke Afrika, di
bawah koordinasi Pak Menko saya sudah mengirim surat kepada Ibu Menteri
KKP, yang menyampaikan bahwa ini ada UU, untuk itu saya minta
rekomendasi," terang Enggar, sapaan akrabnya.
Bahkan, lanjutnya,
kebijakan pembukaan impor garam sampai harus dibahas di tingkat rapat
koordinasi dengan Wakil Presiden, Jusuf Kalla.
"Ibu Menteri
Kelautan dan Perikanan menjawab surat, mempersilakan dijalankan dulu
Permendag 125 karena belum siap dengan aturan turunanaya. Artinya
menyerahkan mandat itu kepada Kemendag. Siangnya dipanggil Pak Wapres,
kemudian rakor, ada Menko, Ibu Menteri dan saya, dan Menteri
Perindustrian, oleh Pak Wapres disampaikan bahwa segera dikeluarkan izin
garam," jelas Enggar.
Dalam
kesempatan terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti,
tak menampik ada kemungkinan pemain besar yang bermain dalam kelangkaan
garam. Pengalaman polemik garam sebelumnya, kata dia, juga dipicu oleh
indikasi kartel.
"Bisa jadi (kartel). Dulu terjadi kebocoran
garam impor yang dilakukan oleh industri importir garam, mereka impor
lebih dari kapasitas produksi mereka. Akhirnya mereka menjadi trader,
separuh lebih bocor ke pasar konsumsi," ujar Susi.
"Sekarang
dengan pengaturan ini mereka tidak suka. Dari dulu impor garam industri
rata-rata per tahun 2 juta ton namun bocor ke pasar garam konsumsi.
Garam ini masuk pada saat petambak panen dan harga petambak jadi jatuh,"
tambahnya.
Menurutnya, aturan terbaru, garam konsumsi harus
diimpor lewat PT Garam. BUMN tersebut ditunjuk sebagai importir, agar
pengendalian harga dan stok garam bisa lebih mudah. Dia mengakui, banyak
pihak yang tak suka dengan kebijakan tersebut.
"Kami ingin agar
garam konsumsi yang boleh impor hanya PT Garam. Importir industri tidak
suka karena sekarang yang boleh impor garam konsumsi hanya PT Garam,"
sebut Susi.
Equityworld Futures
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar