Selasa, 01 Agustus 2017

Kisruh Garam Langka, Benarkah Ada Kartel Bermain?

Equityworld Futures - Dalam beberapa hari terakhir garam tengah jadi polemik. Penyebabnya, terjadi kelangkaan menyusul tingginya curah hujan di sentra-sentra produksi garam. Sebagai solusinya, pemerintah membuka impor 75.000 ton garam dari Australia melalui PT Garam (Persero).

Namun demikian, keputusan pembukaan impor garam baru dilakukan setelah harganya melonjak tinggi. Di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, harga bumbu dapur itu melejit hingga 7 kali lipat, dari kisaran Rp 800/kg menjadi Rp 5.000/kg. Banyak pelaku UKM mengeluh.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti, menjelaskan meski hanya mengimpor 75.000 ton, tetap harus melewati prosedur sehingga impor baru terealisasi dalam waktu dekat.

"Kan begini, prosesnya harus ada, termasuk yang saya sampaikan penyesuaian Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) 125 kan butuh proses," kata Brahmantya ditemui di kantor Menko Ekonomi, Jakarta, Selasa (1/8/2017).

Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan izin impor garam kepada PT Garam (Persero) selaku BUMN untuk mencukupi kebutuhan garam nasional. Hal ini setelah dilakukan penyesuaian Permendag Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam.

Sementara aturan garam impor juga diatur dalam UU 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, menjelaskan sebelum mengeluarkan izin impor, dirinya harus meminta rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

"Sebelum saya pergi ke Afrika, di bawah koordinasi Pak Menko saya sudah mengirim surat kepada Ibu Menteri KKP, yang menyampaikan bahwa ini ada UU, untuk itu saya minta rekomendasi," terang Enggar, sapaan akrabnya.

Bahkan, lanjutnya, kebijakan pembukaan impor garam sampai harus dibahas di tingkat rapat koordinasi dengan Wakil Presiden, Jusuf Kalla.

"Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan menjawab surat, mempersilakan dijalankan dulu Permendag 125 karena belum siap dengan aturan turunanaya. Artinya menyerahkan mandat itu kepada Kemendag. Siangnya dipanggil Pak Wapres, kemudian rakor, ada Menko, Ibu Menteri dan saya, dan Menteri Perindustrian, oleh Pak Wapres disampaikan bahwa segera dikeluarkan izin garam," jelas Enggar.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, tak menampik ada kemungkinan pemain besar yang bermain dalam kelangkaan garam. Pengalaman polemik garam sebelumnya, kata dia, juga dipicu oleh indikasi kartel.

"Bisa jadi (kartel). Dulu terjadi kebocoran garam impor yang dilakukan oleh industri importir garam, mereka impor lebih dari kapasitas produksi mereka. Akhirnya mereka menjadi trader, separuh lebih bocor ke pasar konsumsi," ujar Susi.

"Sekarang dengan pengaturan ini mereka tidak suka. Dari dulu impor garam industri rata-rata per tahun 2 juta ton namun bocor ke pasar garam konsumsi. Garam ini masuk pada saat petambak panen dan harga petambak jadi jatuh," tambahnya.

Menurutnya, aturan terbaru, garam konsumsi harus diimpor lewat PT Garam. BUMN tersebut ditunjuk sebagai importir, agar pengendalian harga dan stok garam bisa lebih mudah. Dia mengakui, banyak pihak yang tak suka dengan kebijakan tersebut.

"Kami ingin agar garam konsumsi yang boleh impor hanya PT Garam. Importir industri tidak suka karena sekarang yang boleh impor garam konsumsi hanya PT Garam," sebut Susi.

Equityworld Futures

Tidak ada komentar:

Posting Komentar