Rabu, 24 Februari 2016

Mengintip Cara Perkebunan Sawit Malaysia Cegah Kebakaran di Lahan Gambut


Mengintip Cara Perkebunan Sawit Malaysia Cegah Kebakaran di Lahan Gambut 

Miri -Malaysia merupakan salah satu negara produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia, setelah Indonesia. Meski lahan sawit sangat luas, namun perusahaan di negeri jiran mampu mengelola perkebunan kelapa sawit dengan sangat baik, sehingga kebakaran di lahan sawit bisa dicegah.

detikFinance memperoleh kesempatan melihat lebih dekat cara perkebunan di Malaysia mencegah kebakaran, khususnya pada perkebunan kelapa sawit yang berada di atas lahan gambut. Bersama rombongan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan beberapa jurnalis asal Indonesia, detikFinance menempuh perjalanan udara ke daerah Miri, Serawak, Malaysia.

Perjalanan udara ditempuh dalam 2 jam dari di Kuala Lumpur International Airport menuju Miri, Serawak. Kota Miri berlokasi di daerah Serawak, dan letaknya berdekatan dengan Brunei Darussalam.

Lokasi pertama yang dikunjungi adalah lahan gambut liar di dekat lahan kelapa sawit milik Woodman Group. Di sini, rombongan diajak mengamati lahan gambut yang baru terbakar. Rombongan harus berjuang menembus sisa lahan gambut yang telah terbakar dan berlumpur. Meski lahan terbakar, namun uniknya sekeliling bahkan lapisan tanahnya masih sangat  basah.

Hal ini dibuktikan dengan uji tanah yang dilakukan oleh tim ahli gambut asal Malaysia yang dipimpin oleh Director of Tropical Peat Research Laboratoty Unit (TRRL) Malaysia, Dr Lulie Melling.

Saat sampel tanah diambil untuk jarak 0-50 centimeter (cm) dari permukaan tanah, kondisi tanah masih sangat basah. Makin ke bawah (50-100 cm), kondisi tanah semakin basah.

"Ini lahan gambut tak bertuan. Ini sepertinya sengaja dibakar. Tapi, kenapa di sini ada air tapi terbakar? Karena lubang atau pori di air besar, jadi air nggak bisa naik," ujar Lulie di lahan gambut yang ada di daerah Miri, Serawak, Malaysia, Rabu (24/2/2016).

Lulie sempat menunjuk, ada kubangan air di area lahan gambut yang terbakar. Kondisi lahan terbakar sangat hebat karena lahan tersebut tidak dikelola. Asap masih keluar dari balik lahan gambut yang berakar.



Setelah mengambil contoh tanah di lahan gambut liar, rombongan berpindah menuju perkebunan yang dikelola perusahaan yakni, Woodman Group.

Lahan sawit yang dikelola Woodman mencapai 40.000 hektar. Di sini, Lulie menunjukkan perkebunan kelapa sawit yang ditanam di atas lahan gambut. Meski ditanam di atas lahan gambut, di sini tak ada sama sekali kebakaran saat musim kemarau.



Alasannya, tanah di kebun sawit milik Woodman dilakukan proses teknik kompak alias pemadatan sebelum proses penanaman. Lahan gambut dipadatkan dengan cara sederhana, yakni dilalui ekskavator.

Ekskavator bergerak 5-6 kali pada area lahan gambut agar lahan menjadi padat. Proses ini juga sangat tergantung pada jenis tanah gambut. Untuk pemadatan di area 40.000 hektar, Woodman mengoperasikan 300 ekskavator. Bila ada pohon, batang harus dicabut hingga dipastikan tak ada kayu dalam proses pemadatan.



Kenapa lahan gambut mudah terbakar dan berlangsung lama? Alasannya, lahan gambut ternyata memiliki lubang atau rongga yang berisi udara di bawah permukaan. Rongga ini yang memicu api mudah merambat saat kebakaran, apalagi saat musim kemarau.

Dengan teknik sederhana yakni pemadatan, rongga menyempit sehingga tak ada ruang bagi api untuk merembet hingga ke bawah permukaan gambut. Selain itu, kelembaban tanah meningkat karena air merambat naik dan terjaga dengan baik sebab lubang pori mengecil. Air tidak mudah turun ke bawah bila memasuki musim kering.

Lulie di sini sempat melakukan uji kelembaban tanah hingga membakar tanah gambut di lahan yang dipadatkan milik Woodman. Hasilnya?

"Dia nggak bisa hangus. Karena tanah dia menjadi padat dan lembab. Kalau nggak dipadatkan, dia mudah terbakar," tambahnya.

Lulie juga sempat mengajak rombongan menuju hutan gambut untuk melihat tekstur tanah gambut. Di sini, rombongan diminta melompat di atas gundukan lahan gambut. Hasilnya, beberapa awak media, termasuk Lulie terperosok ke dalam permukaan gambut. Menurutnya, di bawah lapisan lahan gambut ada rongga.

Di sini, Lulie dan tim sempat membakar tanah. Hasilnya, tanah mudah terbakar karena tanah kering dan mengandung kayu. Kondisi berbeda saat ujicoba di lahan gambut yang sudah dipadatkan, tanah tak bisa terbakar karena kondisi tanah lembab.

Pernyataan Lulie diperkuat oleh, Managing Director Woodman, Dato Srie Law Kiu Kiong. Dia mengaku perkebunannya sama sekali bebas kebakaran, meski ditanam di atas lahan gambut bahkan saat musim kemarau apapun.

Meski demikian, Woodman tetap memiliki tim pemadam kebakaran bila ada lahan gambut di luar area perkebunan yang terbakar, sehingga merembet ke area kebun. Meski merembet, dia tak sampai menjalar luas dan tak berlangsung berhari-hari. Alasannya, lahan sudah dipadatkan sehingga tak ada ruang bagi lidah api menjalar di bawah tanah gambut.

Meski tebakar, itu hanya terjadi di atas permukaan dan cepat bisa ditangani.

"Tanah yang dipadatkan, Dia zero burn (nggak ada kebakaran)," ujar Dato Srie.

Selain menjadi padat, kelembaban tanah di perkebunan juga terjaga. Apalagi, pihak perkebunan membangun kanal yang berfungsi menjaga kelembaban atau kadar air di lahan gambut yang difungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit saat musim kering dan hujan. Idealnya, lahan gambut dalam kondisi lembab padat pada area 0-60 cm dari bawah permukaan tanah. Kondisi ini bisa membuat tanaman sawit tumbuh dengan baik.

"Kanal kita pakai untuk water control," tambahnya.

Usai meninjau perkebunan milik Woodman, rombongan kemudian bergesar ke lahan perkebunan kelapa sawit milik Sarawak Oil Palms Berhard. Perusahaan ini memiliki puluhan ribu hektar sawit di Sarawak, namun rombongan hanya mengunjungi lahan sawit pada area 5.000 hektar di Miri. Sebanyak 56% lahan yang dikelola berada di atas lahan gambut.

Di sini, perusahaan juga melakukan pemadatan. Hasilnya, tidak pernah ada kebakaran meski pada musim kemarau. Bila ada kebakaran, itu terjadi karena lompatan api dari lahan gambut di luar perkebunan namun hal itu tidak merembet lebar dan cepat teratasi.

"Kalau musim kemarau, dia datang dari luar atau kebun kecil punya warga. Dia terbawa angin dan masuk ke kebun. Kita ada pemadam, kebakaran hanya di atas permukaan dan dia hanya melintas saja. Nggak sampai berminggu-minggu bahkan nggak sampai bawah. Itu berlangsung sebentar karena lahan sudah dipadatkan sehingga nggak ada ruang untuk merambat," ujarnya.

sumber : detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar