Equityworld Futures -
DPR dan Pemerintah awalnya sepakat mengesahkan RUU KUHP
menjadi UU. Namun karena ada desakan dari mahasiswa, pengesahan itu
ditunda. Apa saja isi RUU KUHP itu?
Dalam KUHP saat ini, zina
didefinisikan persetubuhan bila salah satu atau dua-duanya terikat
pernikahan. Namun, dalam RUU KUHP, zina diluaskan menjadi seluruh
hubungan seks di luar pernikahan.
"Setiap Orang yang melakukan
persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena
perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
Kategori II," demikian bunyi Pasal 417 ayat 1 RUU KUHP yang dikutip
detikcom, Selasa (25/9/2019).
Nah, siapakah yang dimaksud 'bukan suami atau istrinya'? Dalam penjelasan disebutkan:
1. Laki‑laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
2. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki yang bukan suaminya;
3.
Laki‑laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan
dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada
dalam ikatan perkawinan;
4. Perempuan yang tidak dalam ikatan
perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki, padahal diketahui
bahwa laki‑laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
5. Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Untuk
bisa memenjarakan pelaku 'kumpul kebo' di atas, harus ada syarat
mutlak, yaitu atas aduan suami, istri, orang tua, atau anak. Yang
dimaksud anak adalah anak kandung yang usianya telah 16 tahun.
"Pengaduan
dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum
dimulai," demikian bunyi pasal 417 ayat 4 RUU KUHP.
Bila tidak ada aduan orang tua, anak, istri atau suami, maka negara mutlak tidak bisa mengusut kasus itu.
(asp/rvk)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar