Jumat, 20 September 2019

Suka Duka Putra Daerah Populerkan Surfing di Sinabang

Equityworld Futures - Jauh sebelum olahraga surfing berkembang di Simeulue, ada usaha dari putra daerah bernama Ranu Amilus yang mengenalkannya. Inilah kisah suka dukanya.

Adalah Ranu Amilus atau yang akrab disapa Ranu. Pria Aceh kelahiran Simeulue ini mengisahkan perjuangannya mempopulerkan olahraga surfing di daerahnya. Tim detikcom dan Bank BRI pun sempat bertemu dengannya saat ekspedisi Pulau Sinabang pada 28 Agustus-5 September 2019 lalu.

Kepada detikcom, Ranu bercerita akan perjalanan hidupnya di kancah surfing Simeulue. Sebelum jadi seperti sekarang, Ranu memulai usahanya dari bisnis restoran keluarga yang menjadi cikal bakalnya.

Ranu menjadi salah satu putra lokal yang mengenalkan surfing (Randy/detikcom)Ranu menjadi salah satu putra lokal yang mengenalkan surfing (Randy/detikcom)

Ingin berkembang, Ranu memberanikan diri untuk pergi ke luar Simeulue dan melihat langsung panggung surfing internasional di Bali, Lombok hingga Sumbawa. Singkat cerita, Ranu melihat peluang itu dan membuatnya mendirikan Ranu Surf Camp di kampung halamannya.

"November 2013, kurang lebih enam tahun," ujar Ranu.




Dijelaskan olehnya, popularitas Simeulue sebagai destinasi surfing pertama kali mencuat pasca tragedi Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Saat itu mata dunia tertuju pada Aceh termasuk Simeulue yang ikut terdampak.

"Setelah 2005 masa pemulihan, 2006-2007 awal kebangkitan pariwisata Simeulue. Tiap hari ada pesawat besar masuk. Bayangkan Susi Air yang dulu harga Rp 700 ribu sampai Rp 1,1 juta masih banyak orang yang datang ke Simeulue.

Ranu mengelola penginapan surfing miliknya secara bertahap (Randy/detikcom)Ranu mengelola penginapan surfing miliknya secara bertahap (Randy/detikcom)
Awalnya Ranu memulai dengan membeli lahan dan membangun beberapa penginapan bergaya Cottage dari bahan alami. Tak sampai situ, Ranu juga melebarkan usaha dengan meminjam uang dari Bank BRI untuk membangun Resto.

"Dua tahun lalu sebelum bangun resto, Rp 500 juta saya ambil," pungkas Ranu.

Ketika soal modal mulai tercukupi, usaha Ranu yang baru awal-awal mulai juga sempat mendapat pertentangan dari warga setempat. Malah, saat itu Ranu dianggap membuat gereja karena desain bangunannya.

"Pengalaman saya pertama kali banyak yang bilang saya buat gereja, karena bangunan ini tidak ada plafon. Padahal kita bikin penginapan yang alami," kenang Ranu.

Ia memiliki sejumlah cottage yang kerap disewa tamu asing (Randy/detikcom)Ia memiliki sejumlah cottage yang kerap disewa tamu asing (Randy/detikcom)

Selain isu pembangunan gereja, kehadiran turis asing pencari ombak yang menjadi konsumen Ranu juga sempat dianggap membawa pengaruh buruk nantinya oleh masyarakat setempat.

"Banyak yang bilang pariwisata begini begitu, nanti anak-anak saya pada hamil. Saya bilang kalau Simeulue ini kita kan syariah. Orang yang ingin niatnya buruk pasti gak jadi. Gak ada seperti di daerah lain mabuk-mabukan, cuma menenangkan diri. Holiday," cerita Ranu meyakinkan masyarakat setempat di awal.

Itu adalah cerita Ranu pada tahun 2010. Melihat usaha Ranu dan potensi pariwisata di sektor tersebut, kini masyarakat sudah teryakinkan dan telah melihat peluang di bidang tersebut.

Kini usaha Ranu telah berkembang sedemikian maju (Randy/detikcom)Kini usaha Ranu telah berkembang sedemikian maju (Randy/detikcom)

Fakta itu pun juga diamini oleh Kadispar Simeulue, Abdul Karim pada detikcom saat ditemui terpisah di rumahnya.

"Kehadiran wisatawan asing atau mancanegara tentunya tak mengubah persepsi masyarakat, bahwa kehadiran wisatawan asing tak akan mengganggu budaya kita dengan catatan wisatawan juga menghargai adat budaya masyarakat dan kearifan lokal setempat, juga mematuhi aturan daerah ini," pungkas Karim.

Lebih lanjut, pihaknya juga melakukan sosialisasi ke sejumlah resort surfing untuk menjelaskan prinsip dan adat budaya di Simeulue sehingga semua tetap sesuai koridor setempat yang menganut prinsip syariah.
Equityworld Futures

Tidak ada komentar:

Posting Komentar