Rabu, 15 November 2023

Gegara AS dan Neraca Dagang Indonesia, Rupiah Perkasa

 Penukaran uang dolar (AS) dan rupiah di Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, Menteng, Jakarta, Rabu (11/10/2023). (CNBC Indonesia/ Faisal Rahman)

PT. Equityworld Futures Manado - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca data inflasi AS yang di bawah ekspektasi serta neraca dagang Indonesia yang di atas ekspektasi pasar.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat di angka Rp15.530/US$ atau terapresiasi 1,02%. Penguatan ini melanjutkan tren kenaikan kemarin (14/11/2023) yang menguat 0,03%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.53 WIB naik tipis 0,09% menjadi 104,14. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (14/11/2023) yang berada di angka 104,05.

Data inflasi AS yang di bawah ekspektasi memberikan angin segar bagi pasar keuangan domestik khususnya rupiah.

Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, lebih rendah dibandingkan 3,7% (yoy) pada September serta di bawah ekspektasi pasar (3,3%). Ini adalah kali pertama inflasi AS melandai dalam empat bulan terakhir.

Secara bulanan, inflasi AS tercatat 0% atau stagnan. Inflasi inti di luar makanan dan energy tercatat 4% (yoy), turun dibandingkan 4,1% (yoy) pada September.

Melemahnya inflasi inti tentu saja disambut gembira pelaku pasar di berbagai dunia. Dengan inflasi yang melandai maka ada harapan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) melunak lebih cepat.

Bagi Indonesia, melunaknya The Fed bisa membawa harapan akan masuknya capital inflow ke pasar domestik.

Baca juga : Pengumuman! Pemilik Emas, Silahkan Pesta! Harga Bisa U$2.100

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menjelaskan, penguatan rupiah ditopang oleh kabar baik dari Amerika Serikat (AS). Baru saja diumumkan inflasi AS turun dari 3,7% menjadi 3,2% pada Oktober 2023.

"Paska rilis data inflasi US (CPI yoy) untuk bulan Oktober 2023 sebesar 3,2% yang lebih rendah dari angka bulan sebelumnya sebesar 3,7%, mendorong sentimen bahwa the Fed tidak akan menaikkan Fed Fund Rate (FFR)," ungkapnya kepada CNBC Indonesia.

Edi mengungkapkan, situasi ini juga akan mendorong aliran modal kembali ke negara berkembang. Kini hampir seluruh mata uang global kini menguat terhadap dolar AS.

"Hal tersebut mendorong optimisme (risk on) di pasar keuangan global, hampir semua mata uang EM Asia menguat terhadap USD," tambahnya.

Senada dengan BI, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro menambahkan, masa suku bunga tinggi atau higher for longer di AS bisa berakhir lebih cepat dari yang diperkirakan.

"Dengan data inflasi yang baik ini maka market expect bahwa FFR tidak akan dinaikkan dan terminal rate akan berada di 5,5% dan berharap pemangkasan bunga acuan bisa maju dari perkiraan," kata Andry kepada CNBC Indonesia.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, 94,5% pelaku pasar melihat The Fed masih akan menahan suku bunga pada Desember mendatang dan hanya 5,5% pelaku pasar yang meyakini The Fed akan menaikkan 25 basis poin (bps) pada pertemuan Desember mendatang.

Sedangkan pada tahun depan, pemangkasan suku bunga yang awalnya diproyeksikan akan terjadi pada Juni 2024, namun pelaku pasar berekspektasi maju menjadi bulan Mei 2024 dengan besaran 47%.

Selain itu, data neraca dagang Indonesia yang mengalami surplus 42 bulan beruntun pun menjadi sentimen positif terhadap penguatan rupiah hari ini.

Neraca perdagangan Indonesia Oktober 2023 mengalami surplus US$3,48 miliar, naik dibandingkan US$3,41 miliar pada September 2023. Namun, nilai ini turun 2,12% dari bulan Oktober 2022 sebesar US$ 5,59 miliar.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan surplus berasal dari sektor nonmigas US$5,31 miliar.

Ekspor batu bara, CPO dan besi dan baja, meningkat ke ke China yaitu US$5,78 miliar, disusul India US$1,87 miliar dan Amerika Serikat US$1,82 miliar.

Jika dilihat secara kumulatif pada Januari - Oktober 2023, ekspor China memang tercatat paling tinggi yakni US$ 51,16 miliar, disusul AS US$ 19,22 miliar dan India US$ 16,44 miliar. Komoditas utama yang diekspor ke Tiongkok pada periode tersebut adalah besi/baja, lignit, dan batubara.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar